Friday, January 4, 2013

Tugas Akhir Makalah-Filsafat Pendidikan Matematika



MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Makalah Dibuat Dalam Rangka Melengkapi Tugas-Tugas
Perkuliahan Filsafat Ilmu dari Dr. Marsigit, M.A
Tahun 2012/2013




Di susun Oleh :

                               Nama             : Ginanjar Abdurrahman, S.Si
                               NIM               : 12709251006
                               Prodi              : Pendidikan Matematika 2012






DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2012/2013








DAFTAR ISI


BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….
1



BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA……………………………
2

I.
Filsafat………………………………………………………………….



A.
Definisi Filsafat…………………………………………………..
2


B.
Klasifikasi Filsafat………………………………………………..
4



1.
Filsafat Menurut Wilayah……………………………………
4




a.
Filsafat Barat……………………………………………
4




b.
Filsafat Timur…………………………………………...
5




c.
Filsafat Timur Tengah…………………………………..
5



2
Filsafat Menurut Latar Belakang Agama…………………….
6




a.
Filsafat Islam…………………………………………….
6




b.
Filsafat Kristen…………………………………………..
6


C..
Sejarah Perkembangan Filsafat…………………………………...
6



1.
Zaman Yunani………………………………………………..
6



2.
Zaman Islam…………………………………………………
6




a.
Penyampaian Fislafat Ilmu Yunani ke Dunia Islam…….
6




b.
Masa Islam Klasik………………………………………
7




c.
Masa Kejayaan Islam……………………………………
7




d.
Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam………
8



3.
Zaman Renaisans Modern…………………………………...
8




a.
Zaman Renaisans (Abad ke 15 – Abad ke-16)………….
8




b.
Zaman Modern (Abad ke-17 – Abad ke-19 M)…………
9



4.
Zaman Kontemporer…………………………………………
9







II.
Pendidikan………………………………………………………………
10


A.
Beberapa Definisi Pendidikan…………………………………….
10


B.
Fungsi Pendidikan………………………………………………..
12






III.
Matematika……………………………………………………………..
13


A.
Definisi Matematika……………………………………………..
13


B.
Sejarah Matematika………………………………………………
13


C.
Keindahan Matematika…………………………………………...
14


D.
Notasi Matematika………………………………………………..
15


E.
Matematika sebagai Ratu Ilmu…………………………………...
16


F.
Bidang-Bidang Matematika………………………………………
18


G.
Besaran……………………………………………………………
19


H.
Ruang……………………………………………………………..
19


I.
Perubahan…………………………………………………………
20


J.
Struktur…………………………………………………………...
20


K.
Dasar dan Filsafat………………………………………………...
20


L.
Matematika Diskret……………………………………………….
21


M.
Matematika Terapan……………………………………………...
21






IV.
FILSAFAT PENDIDIKAN



A.
Definisi Filsafat Pendidikan………………………………………
22


B.
Hubungan Filsafat dan Pendidikan……………………………….
22



1.
Hubungan keharusan…………………………………………
22



2.
Dasar Pendidikan…………………………………………….
22


C.
Kedudukan Pendidikan sebagai Fondasi dan Teori Pendidikan….
23


D.
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan………………………………
23


E.
Aliran Filsafat Pendidikan………………………………………..
23



1.
Filsafat Pendidikan Idealisme………………………………..
23



2.
Filsafat  Pendidikan Realisme………………………………..
24



3.
Filsafat  Pendidikan Materialisme…………………………...
24



4.
Filsafat Pendidikan Pragmatisme……………………………
24



5.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme………………………...
24



6.
Filsafat Pendidikan Progresivisme…………………………...
24



7.
Filsafat Pendidikan Esensialisme…………………………….
25



8.
Filsafat Pendidikan Perenialisme…………………………….
25



9.
Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme…………………….
25







V.
FILSAFAT MATEMATIKA…………………………………………...
25


A.
Definisi Filsafat Matematika……………………………………...
25


B.
Hubungan Filsafat dengan Matematika…………………………..
26






VI.
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA



A.
Definisi Filsafat Pendidikan Matematika…………………………
28


B.
Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika…………………………….
28



1
Ontologi Ilmu Pendidikan Matematika………………………
28



2
Epistemologi Matematika……………………………………
29



3
Aksiologi Matematika………………………………………..
29






BAB III
KESIMPULAN……………………………………………………………....
31



Daftar Pustaka……………………………………………………………………………
32

 



















































































BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu adalah harta karun yang terpendam. Knowledge are treasures in the deepest, the more we try to dig it, the more we feel stupid. The harder we try to get it, the harder we lose it. Ilmu berawal dari bertanya dan mengalami kebingungan. Jika kita mengalami kebingungan dan berusaha mencari jawaban dengan cara berfikir, berarti kita sedang dalam taraf menggapai ilmu. Manusia hidup tidak akan pernah bisa menghindar dari berfikir, karena jika manusia berhenti berfikir, berarti manusia tersebut telah mati. Kematian manusia bukan saja kematian secara fisik. Manusia yang tidak berfikir juga bisa dikatakan sebagai manusia yang telah mati, mati fikirannya, atau bisa disebut sebagai mayat hidup, secara fisik manusia itu masih hidup, akan tetapi fikirannya telah mati. Ilmu yang menuntut agar seseorang yang mempelajarinya berfikir antara lain adalah filsafat dan matematika.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat menuntut manusia agar berfikir secara cerdas, sehingga manusia tersebut berkembang menuju level pemikiran pengetahuan selanjutnya. Akan tetapi, terkadang manusia tidak menyadari keterbatasan dirinya, sehingga dia selalu berusaha memikirkan segala hal di luar jangkauan kemampuan logika dan akalnya. Sehingga kebingungan itu tidak mengantarkan dia ke level pemikiran selanjutnya, namun malah menjadikan dia berputar-putar di siklus tiada henti, karena manusia tersebut terkadang dalam memikirkan suatu hal tidak berada pada koridornya, seperti kereta yang berusaha keluar dari rel, maka otomatis kereta tersebut tergelincir dan jatuh. Untuk itulah, dalam berfilsafat, manusia perlu adanya suatu definisi yang jelas mengenai apa yang boleh difikirkan dan yang tidak boleh dia fikirkan, karena batas itu sudah di luar batas logikanya.
Ilmu matematika adalah ilmu yang menuntut agar manusia berfikir kritis, kreatif, mampu melakukan abstraksi, menggunakan logikanya agar manusia tersebut mampu memecahkan masalah. Dengan melatih kemampuan pemecahan masalah yang ada dalam matematika, diharapkan manusia tersebut dapat menerapkan matematika untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menyampaikan matematika, diperlukan suatu metode dalam hal ini pembelajaran kepada para penuntut ilmu matematika, yaitu para siswa maupun mahasiswa. Pembelajaran adalah bagian dari dunia pendidikan, dan tidak akan pernah terlepas dari pendidikan. Selanjutnya,  dalam makalah ini, akan dikaji mengenai filsafat pendidikan matematika.


BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

I.       Filsafat
A.      Definisi Filsafat
Secara etimologi, kata “filsafat/falsafah” merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa Yunani, kata philosphia merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia=persahabatan, cinta) dan sophia=kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pecinta kebijaksanaan.
Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.
Secara Terminologi, Filsafat mempunyai banyak sekali definisi tergantung dari siapa yang mendefinisikannya, bahkan setiap orang memiliki definisi tersendiri mengenai filsafat. Dalam hal ini, akan dijelaskan beberapa definisi dari beberapa ahli filsafat (filsuf), antara lain, sebagai berikut:
Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( 106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts“  ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan).
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Immanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
  1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
  2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
  3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
  4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.


B.      Klasifikasi Filsafat
Filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayannya. Filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar berdasarkan wilayah dan berdasarkan latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sedangkan menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian filsafat menurut latar belakangnya.

1.       Filsafat Menurut Wilayah:
a.       Filsafat Barat
Filsafat barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Erops dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Rene Descartes, Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam filsafat barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.
·                Metafisika, mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semeste dibahas dalam Kosmologi.
·                Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti pengetahuan). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
·                Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia: etika dan estetika.
·                Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.
·                Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.

b.      Filsafat Timur
Filsafat timur adalah tradisi filsafat yang berkembang di Asia, khususnya India, Republik Rakyat Cina, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Nama-nama filsuf timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan Mao Zedong.

c.       Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daereh-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi filsafat mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa masuk ke Abad Pertengahan (setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dan melupakan karya-karya klasik Yunani), para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.

2.       Filsafat Menurut Latar Belakang Agama
a.       Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

b.    Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

C.      Sejarah Perkembangan Filsafat
1.       Zaman Yunani
Filsafat zaman Yunani merupakan periode yang sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris (pola pikir masyarakat yang mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam) menjadi logosentris (pola pikir masyarakat yang mengandalkan logika dalam berfilsafat untuk menjelaskan fenomena alam).

2.       Pada Zaman Islam
a.       Penyampaian Filsafat Ilmu Yunani ke Dunia Islam
Pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan sering kali ekstrim antara pandangan filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Sebagai contoh konkret dapat disebutkan bahwa Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab ekletisisme.
Al-Farabi memiliki sikap yang jelas, karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi tujuan mereka adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan para filosof muslim mulai Al-Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relatif baru dan menarik.

b.      Masa Islam Klasik
Satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembagan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis seperti yang dipahami selama ini, tepi ternyata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam, pasca terjadinya Fitnah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memiliki aliran teologis tersendiri pada asarnya berkembang karena alasan politis. Pada saat itu muncul syiah yang membela Ali, aliran Khawarij dan aliran Muawiyah.
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khususnya unsur-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroasrtianisme-khususnya Mazdaisme, serta Yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Helenisme mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam ibarat pisau bermata dua. Satu sisi mendukung Jabariyah (antara lain oleh Jahm Ibn Safwan), sedangkan di sisi lain mendukung Qadariah (antara lain oleh Washil Ibn Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah). Dari adanya pandangan yang dikotomis antara keduanya, kemudian muncul usaha menengahi dengan menggunakan argumen-argumen helenisme, terutama filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu al-Hasan al Asy’ari dan al-Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellenisme.

c.       Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan Islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Ummayah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan peradaban.
Pada masa kejayaan ini terdapat juga tokoh-tokoh filsafat yang bergelut secara serius dalam kajian-kajian di luar filsafat. Hal ini bisa dipahami karena adanya kenyataan bahwa mereka menganggap ilmu-ilmu rasional sebagai bagian filsafat. Atas dasar ini lah mereka memperlakukan persoalan-persoalan fisika sebagaimana mereka memperlakukan masalah-masalah yang bersifat metafisik. Salah satu bukti nyata dari ini adalah kitab al-Syifa, sebuah ensiklopedi filsafat terbesar yang berisi epat bagian. Bagian I mengenai Logika, bagian II mengenai Fisika, bagian III mengenai Matematika, dan bagian IV mengenai Metafisika. Dalam bagian fisika, Ibnu Sina memasukkan ilmu-ilmu psikologi, zoologi, geologi, dan botani, dan pada bagian matematika, ia membahas geometri, ilmu hitung, astronomi, dan musik.

d.      Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Abad ke-18 dalam sejarah Islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat Islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban Islam secara universal. Seperti yang dingkapkan oleh Lothorp Stoddard bahwa menjelang abad ke-18, dunia Islam telah merosot ke tingkat terendah, Islam tampaknya sudah mati, dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan tahayul yang merendahkan umatnya. Ini menyatakan seandainya Muhammad bisa kembali hidup, dia pasti akan mengutuk para pengiktunya sebagai kaum murtad dan musyrik.
Dalam bukunya, The Recosntruction of Religious Thoughtin Islam Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai relaitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang. Ia selanjutnya mengungkapkan bahwa semua aliran pemikiran muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawih mengenai mengenai kehidupan sebagai suatu gerak evolusi dan pandangan Ibn Khaldun mengenai sejarah.

3.       Zaman Renaisans Modern
a.       Zaman Renaissans (Abad ke-15 – Abad ke-16)
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubhan yang mengandung arti bagi perkembngan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupkan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa. Leonardo Da Vinci, penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di inggris, prancis, dan spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu seni musik juga mengalmi perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar menjadi dasar bagi mnculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.

b.      Zaman Modern (Abad ke-17 – Abad ke-19 M)
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembngan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir semisal pharmakologi, geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi dan sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kuantum, fisika nuklir, kimia nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi dan sebagainya.
Sekitar tahun 1990-1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Ada teori yang baru mengatakan bahwa ruang dan waktu tidak lagi berpisah sebagaimana dipahami oleh ahli fisika sebelumnya. Ruang dan waktu merupakan satu kesatuan mutlak untuk memeriksa dan menerangkan semua peristiwa.
Sedangkan pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya keja sama internasional. Namun sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu anti positivistis, tidak mau bersistem, realistis, tidak mau menitikberatkan pada manusia, pluralistis, antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.

4.       Zaman Kontemporer
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa adalah ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsure penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Demikianlah semuanya saling terkait. Oleh karena itu, melihat sejarah perkambangan ilmu zaman kontemporer, tidak lain adalah memangmati pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut dari rentetan sejarah ilmu  sebelumnya. Kondisi itulah yang kemudian mengalami percepatan atau bahkan radikalisasi yang tidak jarang berada di luar dugaan manusia itu sendiri.
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu di zaman modern dengan zaman kontemporer adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang.


II.      PENDIDIKAN
A.      Beberapa Definisi Pendidikan
Secara universal, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Menurut Wikipedia, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.
Menurut UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989: “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Adapun definisi-definisi lain mengenai pendidikan dari para ahli akan dijelaskan sebagai berikut:
Menurut Langefeld, Mendidik adalah membimbing anak dalam mencapai kedewasaan.
Menurut , Heageveld Mendidik adalah membantu anak dalam mencapai kedewasaan.
Menurut Bojonegoro, Mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapai kedewasaannya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Menurut Rosseau, Mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa.
Menurut Darmaningtyas, Pendidikan adalah usaha dasar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup dan kemajuan yang lebih baik.
Menurut Paulo Freire, Pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa di mana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, yang melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok di mana dia hidup.
Menurut H.Home, Pendidikan adalah proses yang terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut Frederick J. Mc Donald, Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan merubah tabiat.
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Djayakarta, Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda, maksudnya pengangkatan manusia muda ke tahap insani. Inilah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik.
Menurut Sir Godfrey Thomson, Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang permanen di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan sifatnya.
Dari beberapa pendapat mengenai pendidikan, maka dapat dirangkum definisi pendidikan sebagai berikut: pendidikan adalah proses memajukan budi pekerti yang terus menerus dengan cara memberikan pembekalan kepada seseorang agar bisa hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan masyarakatnya, sehingga terbentuk kepribadian yang utama, kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku dan sifatnya yang permanen, untuk menghasilkan kesinambungan sosial.

B.      Fungsi Pendidikan
Ada beberapa fungsi pendidikan menurut para pakar pendidikan, antara lain sebagai berikut:
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
·               Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
·               Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
·               Melestarikan kebudayaan.
·               Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
·                Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
·                Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
·                Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise dan privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
·               Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
·                Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
·                Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
·                Menjamin integrasi sosial.
·                Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
·                Sumber inovasi sosial.


III.    MATEMATIKA
A.      Definisi Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi pengkajian matematik. Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Bentuk jamak sering dipakai di dalam bahasa Inggris seperti juga di dalam bahasa Perancis les mathématiques, merujuk pada bentuk jamak bahasa Latin yang cenderung netral mathematica (Cicero), berdasarkan bentuk jamak bahasa Yunani τα μαθηματικά (ta mathÄ“matiká), yang dipakai Aristoteles, yang terjemahan kasarnya berarti “segala hal yang matematis”. Di dalam ragam percakapan, matematika kerap kali disingkat sebagai “math” di Amerika Utara dan “maths” di tempat lain.

B.      Sejarah Matematika
Evolusi matematika dapat dipandang sebagai sederetan abstraksi yang selalu bertambah banyak, atau dengan kata lain perluasan pokok masalah. Abstraksi pada awalnya berlaku pada banyak binatang, tentang bilangan: pernyataan bahwa dua apel dan dua jeruk memiliki jumlah yang sama.
Selain mengetahui cara mencacah objek-objek fikika, manusia prasejarah juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktu-hari, musim, tahun. Aritmetika dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) mengikuti secara alami.
Langkah selanjutnya memerlukan penulisan atau sistem lain untuk mencatatkan bilangan, semisal tali atau dawai bersimpul yang disebut quipu dipakai oleh bangsa Inca untuk menyimpan data numerk. Sistem bilangan ada banyak dan bermacam-macam, bilangan tertulis yang pertama diketahui ada di dalam naskah warisan Mesir Kuno di Kerajaan Tengah Mesir, Lembaran Matematika Rhind.
Penggunaan terkuno matematika adalah dalam perdagangan, pengukuran tanah, pelukisan, dan pola-pola penenunan dan pencatatan waktu dan tidak pernah berkembang luas hingga tahun 3000 SM, ketika orang Babilonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dan geometri untuk penghitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, bangunan dan konstruksi dan astronomi. Pengkajian matematika yang sistematis di dalam kebenarannya sendiri dimulai pada zaman Yunani Kuno antara tahun 600 – 300 SM.
Matematika sejak saat itu segera berkembang luas, dan terdapat interaksi bermanfaat antara matematika dan sains, menguntungkan kedua belah pihak. Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini. Menurut Mikhail B. Sevryuk, pada Januari 2006 terbitan Bulletin of the American Mathematical Society, , "Banyaknya makalah dan buku yang dilibatkan di dalam basis data Mathematical Reviews sejak 1940 (tahun pertama beroperasinya MR) kini melebihi 1,9 juta, dan melebihi 75 ribu artikel ditambahkan ke dalam basis data itu tiap tahun. Sebagian besar karya di samudera ini berisi teorema matematika baru beserta bukti-buktinya.

C.      Keindahan Matematika
Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan kemudian astronomi; kini, semua ilmu pengetahuan menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam matematika itu sendiri. Misalnya, seorang fisikawan Richard Feynman menemukan rumus integral lintasan mekanika kuantum menggunakan paduan nalar matematika dan wawasan fisika, dan teori dawai masa kini, teori ilmiah yang masih berkembang yang berupaya membersatukan empat gaya dasar alami, terus saja mengilhami matematika baru.
Beberapa matematika hanya bersesuaian di dalam wilayah yang mengilhaminya, dan diterapkan untuk memecahkan masalah lanjutan di wilayah itu. Tetapi seringkali matematika diilhami oleh bukti-bukti di satu wilayah ternyata bermanfaat juga di banyak wilayah lainnya, dan menggabungkan persediaan umum konsep-konsep matematika. Fakta yang menakjubkan bahwa matematika "paling murni" sering beralih menjadi memiliki terapan praktis adalah apa yang Eugene Wigner memanggilnya sebagai "Ketidakefektifan Matematika tak ternalar di dalam Ilmu Pengetahuan Alam".
Seperti di sebagian besar wilayah pengkajian, ledakan pengetahuan di zaman ilmiah telah mengarah pada pengkhususan di dalam matematika. Satu perbedaan utama adalah di antara matematika murni dan matematika terapan: sebagian besar matematikawan memusatkan penelitian mereka hanya pada satu wilayah ini, dan kadang-kadang pilihan ini dibuat sedini perkuliahan program sarjana mereka. Beberapa wilayah matematika terapan telah digabungkan dengan tradisi-tradisi yang bersesuaian di luar matematika dan menjadi disiplin yang memiliki hak tersendiri, termasuk statistika, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mereka yang berminat kepada matematika seringkali menjumpai suatu aspek estetika tertentu di banyak matematika. Banyak matematikawan berbicara tentang keanggunan matematika, estetika yang tersirat, dan keindahan dari dalamnya. Kesederhanaan dan keumumannya dihargai. Terdapat keindahan di dalam kesederhanaan dan keanggunan bukti yang diberikan, semisal bukti Euclid yakni bahwa terdapat tak-terhingga banyaknya bilangan prima, dan di dalam metode numerik yang anggun bahwa perhitungan laju, yakni transformasi Fourier cepat. G. H. Hardy di dalam A Mathematician's Apology mengungkapkan keyakinan bahwa penganggapan estetika ini, di dalamnya sendiri, cukup untuk mendukung pengkajian matematika murni.
Para matematikawan sering bekerja keras menemukan bukti teorema yang anggun secara khusus, pencarian Paul Erdős sering berkutat pada sejenis pencarian akar dari "Alkitab" di mana Tuhan telah menuliskan bukti-bukti kesukaannya.[16][17] Kepopularan matematika rekreasi adalah isyarat lain bahwa kegembiraan banyak dijumpai ketika seseorang mampu memecahkan soal-soal matematika.

D.      Notasi Matematika
Sebagian besar notasi matematika yang digunakan saat ini tidaklah ditemukan hingga abad ke-16. Pada abad ke-18, Euler bertanggung jawab atas banyak notasi yang digunakan saat ini. Notasi modern membuat matematika lebih mudah bagi para profesional, tetapi para pemula sering menemukannya sebagai sesuatu yang mengerikan. Terjadi pemadatan yang amat sangat: sedikit lambang berisi informasi yang kaya. Seperti notasi musik, notasi matematika modern memiliki tata kalimat yang kaku dan menyandikan informasi yang barangkali sukar bila dituliskan menurut cara lain.
Bahasa matematika dapat juga terkesan sukar bagi para pemula. Kata-kata seperti atau dan hanya memiliki arti yang lebih presisi daripada di dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, kata-kata semisal terbuka dan lapangan memberikan arti khusus matematika. Jargon matematika termasuk istilah-istilah teknis semisal homomorfisme dan terintegralkan. Tetapi ada alasan untuk notasi khusus dan jargon teknis ini: matematika memerlukan presisi yang lebih dari sekadar percakapan sehari-hari. Para matematikawan menyebut presisi bahasa dan logika ini sebagai "kaku" (rigor).
Kaku secara mendasar adalah tentang bukti matematika. Para matematikawan ingin teorema mereka mengikuti aksioma-aksioma dengan maksud penalaran yang sistematik. Ini untuk mencegah "teorema" yang salah ambil, didasarkan pada praduga kegagalan, di mana banyak contoh pernah muncul di dalam sejarah subjek ini.[19] Tingkat kekakuan diharapkan di dalam matematika selalu berubah-ubah sepanjang waktu: bangsa Yunani menginginkan dalil yang terperinci, namun pada saat itu metode yang digunakan Isaac Newton kuranglah kaku. Masalah yang melekat pada definisi-definisi yang digunakan Newton akan mengarah kepada munculnya analisis saksama dan bukti formal pada abad ke-19. Kini, para matematikawan masih terus beradu argumentasi tentang bukti berbantuan-komputer. Karena perhitungan besar sangatlah sukar diperiksa, bukti-bukti itu mungkin saja tidak cukup kaku.
Aksioma menurut pemikiran tradisional adalah "kebenaran yang menjadi bukti dengan sendirinya", tetapi konsep ini memicu persoalan. Pada tingkatan formal, sebuah aksioma hanyalah seutas dawai lambang, yang hanya memiliki makna tersirat di dalam konteks semua rumus yang terturunkan dari suatu sistem aksioma. Inilah tujuan program Hilbert untuk meletakkan semua matematika pada sebuah basis aksioma yang kokoh, tetapi menurut Teorema ketaklengkapan Gödel tiap-tiap sistem aksioma (yang cukup kuat) memiliki rumus-rumus yang tidak dapat ditentukan; dan oleh karena itulah suatu aksiomatisasi terakhir di dalam matematika adalah mustahil. Meski demikian, matematika sering dibayangkan (di dalam konteks formal) tidak lain kecuali teori himpunan di beberapa aksiomatisasi, dengan pengertian bahwa tiap-tiap pernyataan atau bukti matematika dapat dikemas ke dalam rumus-rumus teori himpunan.

E.      Matematika sebagai Ratu Ilmu
Carl Friedrich Gauss mengatakan matematika sebagai "Ratunya Ilmu Pengetahuan". Di dalam bahasa aslinya, Latin Regina Scientiarum, juga di dalam bahasa Jerman Königin der Wissenschaften, kata yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan berarti (lapangan) pengetahuan. Jelas, inipun arti asli di dalam bahasa Inggris, dan tiada keraguan bahwa matematika di dalam konteks ini adalah sebuah ilmu pengetahuan. Pengkhususan yang mempersempit makna menjadi ilmu pengetahuan alam adalah di masa terkemudian. Bila seseorang memandang ilmu pengetahuan hanya terbatas pada dunia fisika, maka matematika, atau sekurang-kurangnya matematika murni, bukanlah ilmu pengetahuan.
Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, maka mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."
Banyak filsuf yakin bahwa matematika tidaklah terpalsukan berdasarkan percobaan, dan dengan demikian bukanlah ilmu pengetahuan per definisi Karl Popper.[23] Tetapi, di dalam karya penting tahun 1930-an tentang logika matematika menunjukkan bahwa matematika tidak bisa direduksi menjadi logika, dan Karl Popper menyimpulkan bahwa "sebagian besar teori matematika, seperti halnya fisika dan biologi, adalah hipotetis-deduktif: oleh karena itu matematika menjadi lebih dekat ke ilmu pengetahuan alam yang hipotesis-hipotesisnya adalah konjektur (dugaan), lebih daripada sebagai hal yang baru."[24] Para bijak bestari lainnya, sebut saja Imre Lakatos, telah menerapkan satu versi pemalsuan kepada matematika itu sendiri.
Sebuah tinjauan alternatif adalah bahwa lapangan-lapangan ilmiah tertentu (misalnya fisika teoretis) adalah matematika dengan aksioma-aksioma yang ditujukan sedemikian sehingga bersesuaian dengan kenyataan. Faktanya, seorang fisikawan teoretis, J. M. Ziman, mengajukan pendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan umum dan dengan demikian matematika termasuk di dalamnya.[25] Di beberapa kasus, matematika banyak saling berbagi dengan ilmu pengetahuan fisika, sebut saja penggalian dampak-dampak logis dari beberapa anggapan. Intuisi dan percobaan juga berperan penting di dalam perumusan konjektur-konjektur, baik itu di matematika, maupun di ilmu-ilmu pengetahuan (lainnya).
Matematika percobaan terus bertumbuh kembang, mengingat kepentingannya di dalam matematika, kemudian komputasi dan simulasi memainkan peran yang semakin menguat, baik itu di ilmu pengetahuan, maupun di matematika, melemahkan objeksi yang mana matematika tidak menggunakan metode ilmiah. Di dalam bukunya yang diterbitkan pada 2002 A New Kind of Science, Stephen Wolfram berdalil bahwa matematika komputasi pantas untuk digali secara empirik sebagai lapangan ilmiah di dalam haknya/kebenarannya sendiri.
Pendapat-pendapat para matematikawan terhadap hal ini adalah beraneka macam. Banyak matematikawan merasa bahwa untuk menyebut wilayah mereka sebagai ilmu pengetahuan sama saja dengan menurunkan kadar kepentingan sisi estetikanya, dan sejarahnya di dalam tujuh seni liberal tradisional; yang lainnya merasa bahwa pengabaian pranala ini terhadap ilmu pengetahuan sama saja dengan memutar-mutar mata yang buta terhadap fakta bahwa antarmuka antara matematika dan penerapannya di dalam ilmu pengetahuan dan rekayasa telah mengemudikan banyak pengembangan di dalam matematika.
Satu jalan yang dimainkan oleh perbedaan sudut pandang ini adalah di dalam perbincangan filsafat apakah matematika diciptakan (seperti di dalam seni) atau ditemukan (seperti di dalam ilmu pengetahuan). Adalah wajar bagi universitas bila dibagi ke dalam bagian-bagian yang menyertakan departemen Ilmu Pengetahuan dan Matematika, ini menunjukkan bahwa lapangan-lapangan itu dipandang bersekutu tetapi mereka tidak seperti dua sisi keping uang logam. Pada tataran praktisnya, para matematikawan biasanya dikelompokkan bersama-sama para ilmuwan pada tingkatan kasar, tetapi dipisahkan pada tingkatan akhir. Ini adalah salah satu dari banyak perkara yang diperhatikan di dalam filsafat matematika.
Penghargaan matematika umumnya dipelihara supaya tetap terpisah dari kesetaraannya dengan ilmu pengetahuan. Penghargaan yang adiluhung di dalam matematika adalah Fields Medal (medali lapangan), dimulakan pada 1936 dan kini diselenggarakan tiap empat tahunan. Penghargaan ini sering dianggap setara dengan Hadiah Nobel ilmu pengetahuan.
Wolf Prize in Mathematics, dilembagakan pada 1978, mengakui masa prestasi, dan penghargaan internasional utama lainnya, Hadiah Abel, diperkenalkan pada 2003. Ini dianugerahkan bagi ruas khusus karya, dapat berupa pembaharuan, atau penyelesaian masalah yang terkemuka di dalam lapangan yang mapan.
Sebuah daftar terkenal berisikan 23 masalah terbuka, yang disebut "masalah Hilbert", dihimpun pada 1900 oleh matematikawan Jerman David Hilbert. Daftar ini meraih persulangan yang besar di antara para matematikawan, dan paling sedikit sembilan dari masalah-masalah itu kini terpecahkan.
Sebuah daftar baru berisi tujuh masalah penting, berjudul "Masalah Hadiah Milenium", diterbitkan pada 2000. Pemecahan tiap-tiap masalah ini berhadiah US$ 1 juta, dan hanya satu (hipotesis Riemann) yang mengalami penggandaan di dalam masalah-masalah Hilbert.

F.      Bidang-Bidang Matematika
Disiplin-disiplin utama di dalam matematika pertama muncul karena kebutuhan akan perhitungan di dalam perdagangan, untuk memahami hubungan antarbilangan, untuk mengukur tanah, dan untuk meramal peristiwa astronomi. Empat kebutuhan ini secara kasar dapat dikaitkan dengan pembagian-pembagian kasar matematika ke dalam pengkajian besaran, struktur, ruang, dan perubahan (yakni aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis). Selain pokok bahasan itu, juga terdapat pembagian-pembagian yang dipersembahkan untuk pranala-pranala penggalian dari jantung matematika ke lapangan-lapangan lain: ke logika, ke teori himpunan (dasar), ke matematika empirik dari aneka macam ilmu pengetahuan (matematika terapan), dan yang lebih baru adalah ke pengkajian kaku akan ketakpastian.



G.      Besaran
Pengkajian besaran dimulakan dengan bilangan, pertama bilangan asli dan bilangan bulat ("semua bilangan") dan operasi aritmetika di ruang bilangan itu, yang dipersifatkan di dalam aritmetika. Sifat-sifat yang lebih dalam dari bilangan bulat dikaji di dalam teori bilangan, dari mana datangnya hasil-hasil popular seperti Teorema Terakhir Fermat. Teori bilangan juga memegang dua masalah tak terpecahkan: konjektur prima kembar dan konjektur Goldbach.
Karena sistem bilangan dikembangkan lebih jauh, bilangan bulat diakui sebagai himpunan bagian dari bilangan rasional ("pecahan"). Sementara bilangan pecahan berada di dalam bilangan real, yang dipakai untuk menyajikan besaran-besaran kontinu. Bilangan real diperumum menjadi bilangan kompleks. Inilah langkah pertama dari jenjang bilangan yang beranjak menyertakan kuarternion dan oktonion. Perhatian terhadap bilangan asli juga mengarah pada bilangan transfinit, yang memformalkan konsep pencacahan ketakhinggaan. Wilayah lain pengkajian ini adalah ukuran, yang mengarah pada bilangan kardinal dan kemudian pada konsepsi ketakhinggaan lainnya: bilangan aleph, yang memungkinkan perbandingan bermakna tentang ukuran himpunan-himpunan besar ketakhinggaan.

H.      Ruang
Pengkajian ruang bermula dengan geometri – khususnya, geometri euclid. Trigonometri memadukan ruang dan bilangan, dan mencakupi Teorema pitagoras yang terkenal. Pengkajian modern tentang ruang memperumum gagasan-gagasan ini untuk menyertakan geometri berdimensi lebih tinggi, geometri tak-euclid (yang berperan penting di dalam relativitas umum) dan topologi. Besaran dan ruang berperan penting di dalam geometri analitik, geometri diferensial, dan geometri aljabar. Di dalam geometri diferensial terdapat konsep-konsep buntelan serat dan kalkulus lipatan.
Di dalam geometri aljabar terdapat penjelasan objek-objek geometri sebagai himpunan penyelesaian persamaan polinom, memadukan konsep-konsep besaran dan ruang, dan juga pengkajian grup topologi, yang memadukan struktur dan ruang. Grup lie biasa dipakai untuk mengkaji ruang, struktur, dan perubahan. Topologi di dalam banyak percabangannya mungkin menjadi wilayah pertumbuhan terbesar di dalam matematika abad ke-20, dan menyertakan konjektur poincaré yang telah lama ada dan teorema empat warna, yang hanya "berhasil" dibuktikan dengan komputer, dan belum pernah dibuktikan oleh manusia secara manual.

I.       Perubahan
Memahami dan menjelaskan perubahan adalah tema biasa di dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus telah berkembang sebagai alat yang penuh-daya untuk menyeledikinya. Fungsi-fungsi muncul di sini, sebagai konsep penting untuk menjelaskan besaran yang berubah. Pengkajian kaku tentang bilangan real dan fungsi-fungsi berpeubah real dikenal sebagai analisis real, dengan analisis kompleks lapangan yang setara untuk bilangan kompleks.
Hipotesis Riemann, salah satu masalah terbuka yang paling mendasar di dalam matematika, dilukiskan dari analisis kompleks. Analisis fungsional memusatkan perhatian pada ruang fungsi (biasanya berdimensi tak-hingga). Satu dari banyak terapan analisis fungsional adalah mekanika kuantum.
Banyak masalah secara alami mengarah pada hubungan antara besaran dan laju perubahannya, dan ini dikaji sebagai persamaan diferensial. Banyak gejala di alam dapat dijelaskan menggunakan sistem dinamika; teori kekacauan mempertepat jalan-jalan di mana banyak sistem ini memamerkan perilaku deterministik yang masih saja belum terdugakan.

J.       Struktur
Banyak objek matematika, semisal himpunan bilangan dan fungsi, memamerkan struktur bagian dalam. Sifat-sifat struktural objek-objek ini diselidiki di dalam pengkajian grup, gelanggang, lapangan dan sistem abstrak lainnya, yang mereka sendiri adalah objek juga. Ini adalah lapangan aljabar abstrak. Sebuah konsep penting di sini yakni vektor, diperumum menjadi ruang vektor, dan dikaji di dalam aljabar linear. Pengkajian vektor memadukan tiga wilayah dasar matematika: besaran, struktur, dan ruang. Kalkulus vektor memperluas lapangan itu ke dalam wilayah dasar keempat, yakni perubahan. Kalkulus tensor mengkaji kesetangkupan dan perilaku vektor yang dirotasi. Sejumlah masalah kuno tentang Kompas dan konstruksi garis lurus akhirnya terpecahkan oleh Teori galois.

K.      Dasar dan Filsafat
Untuk memeriksa dasar-dasar matematika, lapangan logika matematika dan teori himpunan dikembangkan, juga teori kategori yang masih dikembangkan. Kata majemuk "krisis dasar" mejelaskan pencarian dasar kaku untuk matematika yang mengambil tempat pada dasawarsa 1900-an sampai 1930-an.[28] Beberapa ketaksetujuan tentang dasar-dasar matematika berlanjut hingga kini. Krisis dasar dipicu oleh sejumlah silang sengketa pada masa itu, termasuk kontroversi teori himpunan Cantor dan kontroversi Brouwer-Hilbert.
Logika matematika diperhatikan dengan meletakkan matematika pada sebuah kerangka kerja aksiomatis yang kaku, dan mengkaji hasil-hasil kerangka kerja itu. Logika matematika adalah rumah bagi Teori ketaklengkapan kedua Gödel, mungkin hasil yang paling dirayakan di dunia logika, yang (secara informal) berakibat bahwa suatu sistem formal yang berisi aritmetika dasar, jika suara (maksudnya semua teorema yang dapat dibuktikan adalah benar), maka tak-lengkap (maksudnya terdapat teorema sejati yang tidak dapat dibuktikan di dalam sistem itu).
Gödel menunjukkan cara mengonstruksi, sembarang kumpulan aksioma bilangan teoretis yang diberikan, sebuah pernyataan formal di dalam logika yaitu sebuah bilangan sejati-suatu fakta teoretik, tetapi tidak mengikuti aksioma-aksioma itu. Oleh karena itu, tiada sistem formal yang merupakan aksiomatisasi sejati teori bilangan sepenuhnya. Logika modern dibagi ke dalam teori rekursi, teori model, dan teori pembuktian, dan terpaut dekat dengan ilmu komputer teoretis.

L.      Matematika Diskret
Matematika diskret adalah nama lazim untuk lapangan matematika yang paling berguna di dalam ilmu komputer teoretis. Ini menyertakan teori komputabilitas, teori kompleksitas komputasional, dan teori informasi. Teori komputabilitas memeriksa batasan-batasan berbagai model teoretis komputer, termasuk model yang dikenal paling berdaya - Mesin turing.
Teori kompleksitas adalah pengkajian traktabilitas oleh komputer; beberapa masalah, meski secara teoretis terselesaikan oleh komputer, tetapi cukup mahal menurut konteks waktu dan ruang, tidak dapat dikerjakan secara praktis, bahkan dengan cepatnya kemajuan perangkat keras komputer. Pamungkas, teori informasi memusatkan perhatian pada banyaknya data yang dapat disimpan pada media yang diberikan, dan oleh karenanya berkenaan dengan konsep-konsep semisal pemadatan dan entropi.
Sebagai lapangan yang relatif baru, matematika diskret memiliki sejumlah masalah terbuka yang mendasar. Yang paling terkenal adalah masalah "P=NP?", salah satu Masalah Hadiah Milenium.

M.     Matematika Terapan
Matematika terapan berkenaan dengan penggunaan alat matematika abstrak guna memecahkan masalah-masalah konkret di dalam ilmu pengetahuan, bisnis, dan wilayah lainnya. Sebuah lapangan penting di dalam matematika terapan adalah statistika, yang menggunakan teori peluang sebagai alat dan membolehkan penjelasan, analisis, dan peramalan gejala di mana peluang berperan penting. Sebagian besar percobaan, survey, dan pengkajian pengamatan memerlukan statistika. (Tetapi banyak statistikawan, tidak menganggap mereka sendiri sebagai matematikawan, melainkan sebagai kelompok sekutu.)
Analisis numerik menyelidiki metode komputasional untuk memecahkan masalah-masalah matematika secara efisien yang biasanya terlalu lebar bagi kapasitas numerik manusia, analisis numerik melibatkan pengkajian galat pemotongan atau sumber-sumber galat lain di dalam komputasi. 

IV.    FILSAFAT PENDIDIKAN
A.      Definisi Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Menurut Prof. Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Sedangkan menurut John Dewey, Filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pedidikan.

B.      Hubungan Filsafat dan Pendidikan
1.       Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan berbekal teori-teori pendidikan yang diberikan antara lain oleh pemikiran filsafat.

2.       Dasar Pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita termasuk manusia, maka dibahas antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan metodologi pendidikan.
Pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran pendidikan.
Adapun manfaat mempelajari filsafat pendidikan, antara lain:
a.       Menjadikan mahasiswa lebih kritis dan lebih dapat berpikir reflektif dalam memandang persoalan pendidikan.
b.       Memperluas cakrawala berpikir mahasiswa agar lebih arif dalam memahami problem pendidikan.
c.       Memecahkan problem-problem dasar kependidikan dengan menggunakan kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial

C.      Kedudukan Filsafat Pendidikan sebagai Fondasi dan Teori Pendidikan
Kedudukan filsafat pendidikan sebagai fondasi dan teori pendidikan, antara lain:
1.       Ilmu pendidikan merupakan ilmu interdisipliner
2.       Ilmu pendidikan dibangun atas dasar atau fondasi utama: filsafat, psikologi, dan sosial.
3.       Ilmu pendidikan hampir pasti mempunyai dasar filosofinya, disamping dasar psikologis dan sosiologis.

D.      Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
1.       Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan
2.       Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan
3.       Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
4.       Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan
5.       Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)
6.       Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan.

E.      Aliran Filsafat Pendidikan
Ada beberapa aliran dalam filsafat pendidikan, diantaranya adalah: filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai beberapa aliran filsafat pendidikan tersebut.
1.       Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali.

2.       Filsafat Pendidikan Realisme
Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3.       Filsafat Pendidikan Materialisme
Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach.

4.       Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.

5.       Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.

6.       Filsafat Pendidikan Progresivisme
Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff.

7.       Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

8.       Filsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat Pendidikan Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.

9.       Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

V.      FILSAFAT MATEMATIKA
A.      Definisi Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya.

B.      Hubungan Filsafat dengan Matematika
Matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan inspirasi bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan pemikiran filsafat. Kita bahkan mengenal beberapa matematikawan yang sekaligus sebagai sorang filsuf, misalnya Descartes, Leibniz, Bolzano, Dedekind, Frege, Brouwer, Hilbert, G¨odel, and Weyl. Pada abad terakhir di mana logika yang merupakan kajian sekaligus pondasi matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para matematikawan maupun oleh para filsuf. Logika matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer di mana banyak para filsuf kemudian mempelajari logika. Logika matematika telah memberi inspirasi kepada pemikiran filsuf, kemudian para filsuf juga berusaha mengembangkan pemikiran logika misalnya “logika modal”, yang kemudian dikembangkan lagi oleh para matematikawan dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer dan analisis bahasa. Salah satu titik krusial yang menjadi masalah bersama oleh matematika maupun filsafat misalnya persoalan pondasi matematika. Baik matematikawan maupun para filsuf bersama-sama berkepentingan untuk menelaah apakah ada pondasi matematika? Jika ada apakah pondasi itu bersifat tunggal atau jamak? Jika bersifat tunggal maka apakah pondasi itu? Jika bersifat jamak maka bagaimana kita tahu bahwa satu atau beberapa diantaranya lebih utama atau tidak lebih utama sebagai pondasi? Pada abad 20, Cantor diteruskan oleh Sir Bertrand Russell, mengembangkan teori himpunan dan teori tipe, dengan maksud untuk menggunakannya sebagai pondasi matematika. Namun kajian filsafat telah mendapatkan bahwa di sini terdapat paradoks atau inkonsistensi yang kemudian membangkitkan kembali motivasi matematikawan di dalam menemukan hakekat dari sistem matematika.
Dengan teori ketidaklengkapan, akhirnya Godel menyimpulkan bahwa suatu sistem matematika jika dia lengkap maka pastilah tidak akan konsisten; tetapi jika dia konsisten maka dia patilah tidak akan lengkap. Hakekat dari kebenaran secara bersama dipelajari secara intensif baik oleh filsafat maupun matematika. Kajian nilai kebenaran secara intensif dipelajari oleh bidang epistemologi dan filsafat bahasa. Di dalam matematika, melalui logika formal, nilai kebenaran juga dipelajari secara intensif. Kripke, S. dan Feferman (Antonelli, A., Urquhart, A., dan Zach, R. 2007) telah merevisi teori tentang nilai kebenaran; dan pada karyanya ini maka matematika dan filsafat menghadapi masalah bersama. Di lain pihak, pada salah satu kajian filsafat, yaitu epistemologi, dikembangkan pula epistemologi formal yang menggunakan pendekatan formal sebagai kegiatan riset filsafat yang menggunakan inferensi sebagai sebagai metode utama. Inferensi demikian tidak lain tidak bukan merupakan logika formal yang dapat dikaitkan dengan teori permainan, pengambilan keputusan, dasar komputer dan teori kemungkinan.
Para matematikawan dan para filsuf secara bersama-sama masih terlibat di dalam perdebatan mengenai peran intuisi di dalam pemahaman matematika dan pemahaman ilmu pada umumnya. Terdapat langkah-langkah di dalam metode matematika yang tidak dapat diterima oleh seorang intuisionis. Seorang intuisionis tidak dapat menerima aturan logika bahwa kalimat “a atau b” bernilai benar untuk a bernilai benar dan b bernilai benar. Seorang intuisionis juga tidak bisa menerima pembuktian dengan metode membuktikan ketidakbenaran dari ingkarannya. Seorang intuisionis juga tidak dapat menerima bilangan infinit atau tak hingga sebagai bilangan yang bersifat faktual. Menurut seorang intuisionis, bilangan infinit bersifat potensial. Oleh karena itu kaum intuisionis berusaha mengembangkan matematika hanya dengan bilangan yang bersifat finit atau terhingga.
Banyak filsuf telah menggunakan matematika untuk membangun teori pengetahuan dan penalaran yang dihasilkan dengan memanfaatkan bukti-bukti matematika dianggap telah dapat menghasilkan suatu pencapaian yang memuaskan. Matematika telah menjadi sumber inspirasi yang utama bagi para filsuf untuk mengembangkan epistemologi dan metafisik. Dari pemikiran para filsuf yang bersumber pada matematika diantaranya muncul pemikiran atau pertanyaan: Apakah bilangan atau obyek matematika memang betul-betul ada? Jika mereka ada apakah di dalam atau di luar pikiran kita? Jika mereka ada di luar pikiran kita bagaimana kita bisa memahaminya? Jika mereka ada di dalam pikiran kita bagaimana kita bisa membedakan mereka dengan konsep-konsep kita yang lainnya? Bagaimana hubungan antara obyek matematika dengan logika? Pertanyaan tentang “ada” nya obyek matematika merupakan pertanyaan metafisik yang kedudukannya hampir sama dengan pertanyaan tentang keberadaan obyek-obyek lainnya seperti universalitas, sifat-sifat benda, dan nilai-nilai; menurut beberapa filsuf jika obyek-obyek itu ada maka apakah dia terkait dengan ruang dan waktu? Apakah dia bersifat aktual atau potensi? Apakah dia bersifat abstrak? Atau konkrit? Jika kita menerima bahwa obyek matematika bersifat abstrak maka metode atau epistemologi yang bagaimana yang mampu menjelaskan obyek tersebut? Mungkin kita dapat menggunakan bukti untuk menjelaskan obyek-obyek tersebut, tetapi bukti selalu bertumpu kepada aksioma. Pada akhirnya kita akan menjumpai adanya “infinit regress” karena secara filosofis kita masih harus mempertanyakan kebenaran dan keabsahan sebuah aksioma.
Hannes Leitgeb di (Antonelli, A., Urquhart, A., dan Zach, R. 2007) di “Mathematical Methods in Philosophy” telah menyelidiki penggunaan matematika di filsafat. Dia menyimpulkan bahwa metode matematika mempunyai kedudukan penting di filsafat. Pada taraf tertentu matematika dan filsafat mempunyai persoalan-persoalan bersama. Hannes Leitgeb telah menyelidiki aspek-aspek dalam mana matematika dan filsafat mempunyai derajat yang sama ketika melakukan penelaahan yatitu kesamaan antara obyek, sifat-sifat obyek, logika, sistem-sistem, makna kalimat, hukum sebab-akibat, paradoks, teori permainan dan teori kemungkinan. Para filsuf menggunakan logika sebab-akibat untuk untuk mengetahui implikasi dari konsep atau pemikirannya, bahkan untuk membuktikan kebenaran ungkapan-ungkapannya. Joseph N. Manago (2006) di dalam bukunya “ Mathematical Logic and the Philosophy of God and Man” mendemonstrasikan filsafat menggunakan metode matematika untuk membuktikan Lemma bahwa terdapat beberapa makhluk hidup bersifat “eternal”. Makhluk hidup yang tetap hidup disebut bersifat eternal.

VI.    FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
A.      Definisi Filsafat Pendidikan Matematika
Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki (hakekat pelaksanaan pendidikan matematika yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya. Serta hakekat ilmu pendidikan matematika yang berkaitan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.) sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu Pendidikan Matematika, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.

B.      Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika
Filsafat ilmu pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu :
1.       Ontologi Ilmu Pendidikan Matematika        
Ontologi adalah teori mengenai apa yang ada, dan membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Eksistensi dari entitas-entitas matematika juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Adapun metode-metode yang digunakan antara lain adalah:abstraksi fisik yang dimana berpusat pada suatu obyek, Abstrksi bentuk adalah sekumpulan obyek yang sejenis, Abstraksi metafisik adalah sifat obyek yang general. Jadi, matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental.

2.       Epistemologi Matematika
Epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat dimana pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi.

3.       Aksiologi Matematika
Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu. Aksiologi : Filsafat nilai, menguak baik buruk, benar-salah dalam perspektif nilai Aksiologi matematika sendiri terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika. Dimulai dengan pertanyaan dasar untuk apa penggunaan pengetahuan ilmiah? Apakah manusia makin cerdas dan makin pandai dalam mencapai kebenaran ilmiah,maka makin baik pula perbuatanya?

Filsafat Ilmu Pendidikan dalam arti luas menurut Mudyahardjo (2004;5) dapat dibedakan menjadi dua macam yakni:
a.              Filsafat praktek pendidikan yaitu analisis kritis dan komperhensif tentang babgaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
b.             Filsafat Ilmu Pendidikan yaitu analisis kritis dan komperhensif tentang pendidikan dan konsep-konsep psikologi pendidikan yang berkaitan dengan teori-teori belajar, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum, dan sebagainya yang akhirnya dapat menjadi teori pendidikan.

Dalam hal ini sama saja dengan semua pendidikan salah satunya Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika. Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika berkembang sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan Matematika. Filsafat Pendidikan Matematika adalah sebagai ilmu Pengetahuan normative dalam bidang pendidikan matematika, merumuskan kaidah-kaidah , norma-norma atau ukuran yang sebenarnya dilaksanakan manusia dalam hidup dan kehidupannya.



BAB III
KESIMPULAN

1.       Ada 9 aliran dalam filsafat pendidikan, yaitu: Filsafat Pendidikan Idealisme, Filsafat Pendidikan Realisme, Filsafat Pendidikan Materialisme, Filsafat Pendidikan Pragmatisme, Filsafat Pendidikan Eksistensialisme, Filsafat Pendidikan Progresivisme, Filsafat Pendidikan Esensialisme, Filsafat Pendidikan Perenialisme dan Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme.
2.       Ada keterkaitan yang sangat erat antara filsafat dengan pendidikan matematika. Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika berkembang sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan Matematika.



DAFTAR PUSTAKA













No comments:

Post a Comment