Tuesday, October 16, 2012

Higher Order Thinking Skills (HOTS)

 Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order Thingking Skills (HOTS) pada Taksonomi Bloom, merupakan urutan tingkatan berpikir (kognitif) dari tingkat rendah ke tinggi. Pada ranah kognitifnya, HOTS berada pada level analisis, sintesis dan evaluasi. HOTS pertama kali dimunculkan pada tahun 1990 dan direvisi tahun 1990 agar lebih relevan digunakan oleh dunia pendidikan abad ke-21. HOTS versi lama berupa kata benda yaitu: Pengetahuan, Pemahaman, Terapan, Analisis, Sintesis, Evaluasi. Sedangkan HOTS setelah direvisi menjadi kata kerja: Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Menurut Mustaji (2012), definisi berpikir masih diperdebatkan di kalangan pakar pendidikan. Diantara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. Walaupun tafsiran itu berbeda-beda, namun umumnya para tokoh pemikir setuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu.
Menurut Krulik dan Rudnick (1999) di dalam artikel Idris Harta, keterampilan berfikir terdiri dari empat tingkat, yaitu menghafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking), dan kreatif (creative thinking).
Keterampilan Menghafal hampir otomatis atau bersifat refleksif. Contoh dari keterampilan ini adalah menghafal perkalian (9x8=72) dan penjumlahan (7+3=10). Menghafal jalan menuju suatu tempat, menghafal sejarah nasional indonesia, juga termasuk dalam keterampilan ini.  Siswa, khususnya pada kelas awal, seringkali dipaksa menghafal fakta-fakta.
Keterampilan berikutnya adalah keterampilan dasar. Keterampilan ini mencakup konsep-konsep seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian, termasuk aplikasi dalam soal. Contoh dari konsep pembagian adalah jika diketahui harga 1 pak DVD berisi 100 keping adalah 90.000, siswa disuruh mencari harga satuan setiap keping DVD.
Berfikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991) di dalam Mustaji, adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliabel tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga sempat pada kesimpulan yang reliabel dan terpercaya.
Berpikir kreatif menurut Mustaji adalah berpikir secara konsisten dan terus-menerus menghasilkan sesuatu ang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.
Menurut Krulik dan Rudnick (1999), di dalam artikel Idris Harta (2010), untuk mengembangkan berpikir kritis dan kreatif, diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif, yaitu: Adakah Cara lain? (What’s another way?), Bagaimana jika? (What if?), Manakah yang salah? (What’s wrong?), dan Apakah yang akan dilakukan (What would you do?).
1. Adakah Cara lain?
Contoh soal: Pada sebuah kandang ada 30 ekor kambing dan ayam. Jika 8 kambing dan 22 ayam jumlah kakinya ada 76, maka berapakah jumlah kambing dan jumlah ayam pada kandang tersebut?
Jawaban 1:
misal:
jumlah kaki kambing=x
jumlah kaki ayam=y
x+y=30
4x+2y=76

Dengan berbagai cara akan diperoleh jumlah kambing adalah 8 ekor, dan jumlah ayam adalah 22 ekor. Selanjutnya ajukan pertanyaan kemungkinan cara lain untuk mendapatkan jawaban yang sama.

2. Bagaimana jika?
Contoh soal: Budi mengambil lima kartu bilangan bernilai 18, 20, 7, 9, dan 15. Berapakah total nilai kartu-kartu bilangan tersebut? Dengan proses penjumlahan sederhana, diperoleh jawaban 70. Bagaimana jika Budi mengambil lima kartu dengan total nilai 70? kartu manakah yang diambilnya? Tentunya jawaban dari pertanyaan terakhir ini memiliki banyak jawaban, yang memerlukan analisa, bukan sekadar latihan penjumlahan.

3. Manakah yang salah?
Contoh Soal: Pak Muslim membeli sekeping tripleks seharga Rp 125.000. Karena dia minta tripleks tersebut dipotong menjadi 3 bagian yang sama, dia dikenakan biaya Rp 3500 sekali potong. Selanjutnya Pak Muslim harus membayar biaya pengecatan sebesar 30 % dari seluruh biaya setelah pemotongan. Toko memberikan tanda pembayaran sebagai berikut:
1 lembar tripleks @ Rp 125000                                 Rp 125.000
3xpemotongan @ 3500                                             Rp   10.500 +
Subtotal                                                                     Rp 135.000
Pengecatan                                                                 Rp   40.650
Total                                                                           Rp 176.150

Pak Musllim mengatakan biaya tersebut salah. Manakah yang salah?
Jawaban siswa 1: Kesalahan terletak pada biaya pemotongan. Diperlukan hanya 2x pemotongan untuk mendapat 3 bagian yang sama. Sehingga biaya pemotongan hanya Rp 7000. Total biaya kelebihan Rp 3500. Sehingga biaya total seharusnya 176.150-3500=172.650.
Jawaban siswa 2: Siswa lain menunjuk kesalahan lainnya.  Karena biaya pengecatan tergantung pada subtotal yang tergantung pada harga triplex dan ongkos pemotongan, maka biaya total akan lebih kecil daripada Rp 172.650.  Dengan demikian siswa tidak hanya menggunakan keterampilan kritis tetapi juga menggunakan keterampilan kreatifnya.

4. Apakah yang akan dilakukan?
Pertanyaan ini diajukan untuk merangsang keterampilan berfikir kritis.  Setelah menjawab pertanyaan, siswa dihadapkan pada situasi untuk mengambil keputusan.  Keputusan ini dapat didasarkan pada ide pribadi, pengalaman pribadi, atau apa saja sesuai keinginan siswa.  Akan tetapi siswa harus menjelaskan konsep matematika yang mendasari keputusan tersebut.  Penjelasan ini dapat dalam bentuk kalimat tertulis sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih keterampilan komunikasinya.

Kesimpulan
Pada dasarnya semua soal dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan kreatif.  Yang dibutuhkan adalah keinginan dan komitmen untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir tinggi siswa.  Selain itu dibutuhkan juga keyakinan bahwa keterampilan di atas dapat diajarkan kepada semua siswa di setiap tingkatan.  Dengan keinginan, komitmen dan keyakinan ini, kita sebagai guru akan mencapai tujuan yang diharapkan.

Sumber:
Idris Harta. Pertanyaan-Pertanyaan Inovatif untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi.

1 comment:

  1. Artikel yang bermanfaat, mohon izin share ya. Saya kopas di:
    https://afifkunaefi.wordpress.com/2017/03/31/higher-order-thinking-skills-hots/

    Terimakasih...

    ReplyDelete